Thursday, August 07, 2008

Putih-Putih Melati, Alibaba..

(Sekali-sekali saya mau menulis dalam bahasa Indonesia ah, biar orang-orang percaya bahwa saya sungguh orang Indonesia asli, hihihi)

Syahdan, sambil makan siang di Chicken Story, sahabat saya Tiessa menelurkan teori luar biasa tentang kecantikan sejati. Anda pikir itu teori basi yang melibatkan konsep “inner beauty”? Sama sekali tidak. Ini lebih mirip konsep papan catur: hitam-putih.

Menurut Tiessa, pengamat kecantikan kita, jika perempuan masih tampak cantik meskipun berkulit gelap, itu tandanya dia memang benar-benar cantik. Sedangkan mereka yg cantik DAN berkulit putih, kecantikannya diragukan.

”Itu hanya karena mereka kelihatan bersih!”, demikian sang pakar mengakhiri penjelasan teorinya. Saya tentu saja mengangguk-angguk sambil nyengir geli. Teori ini menguntungkan saya yang kebetulan berkulit gelap (dan tidak cantik). Artinya secara teoritis mungkin saya lebih cantik daripada mereka yang berkulit putih (dan tidak cantik).

Bicara soal hitam-putih, saya jadi ingat saudara sepupu saya yang tidak habis pikir kenapa para turis bule gemar mandi matahari. Agaknya sama dengan keheranan saya mengapa banyak ekspat yang menggandeng perempuan lokal ternyata memilih mereka yang berkulit ”eksotis”. Rumput tetangga selalu lebih hijau kan? Manusia tidak pernah merasa puas kan? Sudah putih, ingin hitam. Yang dari awal hitam, ingin putih.

Ujung-ujungnya adalah konsumerisme; dan yang diuntungkan adalah produsen krim pemutih dan krim penggelap (tanning cream).

Kita yang muak dan lantas ingin cuci-tangan dari mitos kecantikan ini pun masih saja jadi korban: haruskah kita menghabiskan ratusan ribu untuk membeli satu pot krim The Body Shop, hanya karena kita percaya bahwa mereka percaya cantik itu tidak harus putih & langsing?

The Body Shop jadi semacam Gerakan Non-Blok dong? Yang kita beli bukan krimnya, tapi filosofinya dong?

Saya yang proletar belum percaya bahwa kita boleh buang-buang uang untuk membeli sebotol filosofi. Khususnya kalau uang jadi satu-satunya cara kita untuk meyakinkan dunia bahwa kita ”modern & berpikiran terbuka”.

Teori saya sederhana saja: punya bilangan e yang mendekati satu masih jauh lebih baik daripada punya porositas otak yang mendekati satu.

Dan, suer!, ini juga teori tentang kecantikan sejati.


Afterthoughts:
- Tahu bahasa bunganya kecantikan yang sempurna? White Camellia. Hah! Kenapa mesti white sih?
- Yang tidak bisa memahami teori kecantikan sejati versi saya memang sebaiknya membeli krim pemutih saja. Atau The Body Shop, sambil bergaya. Hihihi.