Sunday, July 17, 2005

Daughters


Kami ada di kafe es krim. Mawar (bukan nama sebenarnya), di sampingku, berkata pelan: “Ayahku menikah lagi.”

Reaksi terhadap sesuatu yang sangat tidak pada tempatnya biasanya adalah pengingkaran. Es krim yang lezat dan musik jazz dan wajah-wajah lain yang sedang tersenyum di hadapanku terasa tidak cocok dengan kata-kata Mawar. Kupikir, entah dia atau aku yang mengigau.

Tapi itu rupanya benar, ayahnya menikah lagi. Mawar menatapku dengan mata berkaca-kaca. Aku spontan memeluknya. Kisah pun mengalir.

Kenapa lelaki memutuskan untuk menikah lagi? Kenapa lelaki menyakiti hati keluarga dan mereka yang mencintainya? Well, pasti ada alasan. Everybody has a reason, aku percaya. Tapi semurni apapun alasan itu, tidak akan mengubah fakta bahwa Mawar berduka, dan tidak akan menghapus air matanya sore itu, maupun sore-sore dulu dan selanjutnya.

“Trus kamu gimana? Ortu kamu gimana?”, tanyaku padanya.

“Engga tau. Ibuku sekarang kurus banget. Aku marah sama Ayah.”.

Kemudian Mawar mengakui: “Sekarang aku jadi ilfil (*1) sama makhluk bernama cowo..”.

Dan gantian aku yang mau nangis. Aku tidak peduli kenapa ayah Mawar berpoligami, aku tidak peduli bahwa poligami (mungkin) legal, aku tidak peduli puber kedua. Yang ada di depanku adalah Mawar yang terluka hatinya.

Para ayah, kenapa kalian melukai kami?

Malam itu, dari Winamp-ku mengalun suara John Mayer:
Fathers, be good to your daughters
Daughters will love like you do
Girls become lovers who turn into mothers
So mothers, be good to your daughters too
(*2)

Ayahku tidak pernah melukaiku. Beliau mengajarkan aku cinta, karenanya aku belajar untuk mencintai dan menghormati para pria.



Image hosted by Photobucket.com


Ayah Mawar tidak bermaksud melukai Mawar. Mawar bercerita bagaimana sang ayah berusaha keras agar tidak ada satupun yang berubah, meski kini mereka nyaris tinggal terpisah. Keinginan yang konyol kan? Mana mungkin tidak ada yang berubah. Adik Mawar sampai kini belum mau kembali ke rumah. Hati Mawar masih berdarah. Jangan tanya bagaimana perasaan ibunya.

Para ayah, kenapa kalian melukai kami? Bermaksud atau tidak bermaksud; kenapa kalian melukai kami?

Atau mungkin ini hanyalah satu fase kehidupan yang harus dijalani; pelajaran untuk menjadi kuat dan tegar. Atau mungkin Mawar harus berusaha memahami bahwa ketika ayahnya mencintai perempuan lain, itu tidak berarti cintanya kepada Mawar berkurang. Orang bilang, sepanjang usia hati mengembang. Mungkin ayahnya kini memang telah mampu mencintai dan mengampu lebih banyak orang.

Entahlah.

Entahlah, entahlah, entahlah.
(Aku tidak ingin berdebat soal poligami.)

Maka John Mayer sekali lagi. Fathers, be good to your daughters..
Aku berdoa untuk Mawar dan keluarganya.

Note:
*1: Ilang feeling; ga minat lagi.

*2: John Mayer, “Daughters”, dari album Heavier Things. Aku suka-suka-suka banget lagu2 John Mayer :)

Saturday, July 09, 2005

PERFECT (Pt.2)

(An Afterword for the previous)


***

The search for perfection within yourself would sometimes urge you to abandon your easy-going nature. I reckon some people might not find it very inviting.

Personally, I have the least objection to it. As long as it doesn’t hurt anyone (including yourself), what’s so bad about trying to be perfect?

I believe the search for perfection within yourself is the very essence of loving. In Coelho’s terminology, “Love is the force that transforms and improves. ..Because when we love, we always strive to be better than we are.” (from “The Alchemist”).

However, doubtless, perfection belongs to God only.

The great sufi Jalaluddin Ar-Rum pleaded that the Soul longed to become “reflections of God’s Grace”. How can it be when we take Life so recklessly?

Those who search for perfection within theirselves are NOT mentally-troubled narcissists nor incurable freaks, but the ones who love God.

Amen. ^_^


***

Speaking of “perfect”, Tiessa and I used to tell this joke to cover up our rooted laziness, back there in the good old days:

“If ‘practice makes perfect’ and ‘nobody’s perfect’, why practice at all?”.

And so we skipped homeworks and exercises.. ^_^


Image hosted by Photobucket.com


***

Perfect (Pt.1)


1***

Ada tiga “Perfect” dan tiga kenangan.

Perfect-nya Lightning Seeds.. dan hari-hari manis jauh di masa lalu, ketika langkahku masih amat ringan dan tanpa ragu.

Perfect-nya Smashing Pumpkins. Aku melihat ‘aku’ yg belia.. dengan semangat untuk merasai segalanya.

Kemudian, Perfect-nya Alanis Morrissette_

I will love you just the way you are, if you’re perfect.”.

Persis seperti itulah yang dikatakan Djoko.

Aku balas menatapnya.

“But nobody’s perfect.”.

“That’s exactly my point.”.


2***

“Ternyata memang manusia itu nggak sempurna ya!”.

Aku, yang sedang menikmati makan siang sambil nonton MetroTV, tengadah dan tersenyum menatap Mawar (bukan nama sebenarnya ;p). Dia teman serumahku, dan wajahnya seperti sedang merenungi sesuatu.

“Memang”, jawabku.

“Aku udah tau, sih.. Tapi waktu mengalami sendiri; orang yg tadinya kliatan sempurna; ternyata punya kelemahan.. Kecewa juga.”, ujarnya murung.

“Siapa?”, aku bertanya dengan senyum jail. (Sial, dia langsung waspada!).

“Kamu nggak kenal kok..”.

“Yah, tapi aku tau perasaan kamu! Seperti mendapati bahwa patung emas yg kita puja ternyata kakinya terbuat dari tanah liat..”, tuturku dengan gaya dramatis. Metafor itu aku comot dari sebuah buku, entah apa judulnya, aku baca bertahun-tahun lalu.

Mawar tergelak. Matanya berbinar dan dia mengangguk, “Bener, bener!”.

Aku ikut tertawa bersama dia.


3***

Mind you, ini sama sekali bukan urusan yang lucu.

Terakhir kali aku ‘mendapati patung emas yg aku puja ternyata bla-bla-bla’, dada ini sesak, ingin menangis. Nila bisa cerita sedalam apa aku kecewa.

Mawar sempat bertanya, wajarkah kita menginginkan kesempurnaan, ataukah hanya karena dia yang perfeksionis? Menurutku sih tendensi itu sama wajarnya dengan kupu-kupu mengisap sari bunga. Manusia pastilah mengejar kesempurnaan; justru karena itu ia menjadi manusia.

Biasanya stigma kesempurnaan kita tempelkan pada figur yang kita kagumi, dan ketika terungkap bahwa orang itu hanyalah manusia fana, dunia kita rasanya runtuh. Ini kebodohan manusiawi yang selalu berulang. Sindrom Sisifus. Again and again and again.


4***

There is too much pain in the search for perfection.

Come to movies 5 minutes late. Leave some books half finished. Add a smudge to a drawing. Find the beauty in what is, not what could be. Don’t allow ‘perfect’ to become a synonym for ‘beautiful’.


5***

Maka aku tekankan pada diriku sendiri: If you MUST search for perfection, search for it within yourself, not in others. Stop making groundless expectations! Don’t pre-judge, don’t assume!

Aku bertekad untuk menjadi patung emas, bukan mencari patung emas.


6***

Kholil Jibron bilang, “Di dunia ini ada dua wanita sempurna. Yang satu hanya hidup dalam bayanganmu, dan yang lain belum lahir.”.

Ah, tapi aku akan lahir, Mr. Gibran! ^___^

***