Teman = Aset
(Ke Laut Aja..)Teringat masa lalu. Zaman saya kuliah dulu (duluuuu.. sekali!) saya punya satu teman dari kelas borjuis. Saya yang sejak dulu proletar sebenarnya punya kecenderungan bergaul dengan sesama proletar; tapi cowok satu ini nempel-nempel dengan begitu polosnya, jadi apa daya.
Tapi dasar borjuis. Suatu hari dia (juga dengan polosnya) berceloteh ringan bahwa baginya teman adalah aset. Nantinya pasti dia akan bisa memetik manfaat dari teman-teman yang telah dipeliharanya sejak sekarang.
Ternyata waktu itu saya belum cukup dewasa untuk bisa menertawakan dia dan menganginlalukan pendapatnya. Saya menolak dijadikan aset yang ditimbang-timbang potensi & kemanfaatannya; maka saya ucapkan selamat tinggal terhadap pertemanan dengan portofolio dagang itu.
Padahal kalau dipikir dengan kepala dingin dan akal sehat, premis yang diajukan si (mantan) teman itu kan sah-sah saja. Manusiawi. Orang lain mungkin juga diam-diam menimbang-nimbang potensi & kemanfaatan saya sebelum memutuskan berkarib dengan saya. Bedanya cuma bahwa mereka tidak bilang siapa-siapa; apalagi bilang ke saya.
Bahwa seleksi pertemanan saya hanya mencakup sejauh mana si teman bisa membuat saya nyaman dan tertawa, dan bisa sama-sama menikmati mendiskusikan berbagai hal (dari ide-ide filosofia sampai gosip-gosip paling nggak mutu sedunia) dengan gembira, bukan berarti orang lain harus berbuat serupa. Malah sebenarnya si (mantan) teman itu orang yang luar biasa kan; karena meskipun saya murba & bertampang biasa, dia bisa-bisanya melihat suatu potensi & nilai lebih pada diri saya, sehingga berkenan turun kelas untuk bahkan ”ngangkring” bersama. Dia borjuis yang dengan caranya sendiri menentang logikanya demi berteman dengan saya.
Apa kabarnya kini, saya tidak tahu (kangen juga ya). Kalau bertemu lagi mungkin giliran saya yang akan menentang logika demi berteman dengannya lagi.
Tulisan sembarangan ini lahir karena hari-hari ini saya barusan menyadari bahwa selama bertahun-tahun ini mungkin saya telah dijadikan aset oleh teman saya yang seorang lagi. Ditimbang potensi & kemanfaatannya lagi. Jadi, saya pun berpikir-pikir apakah saya harus tersinggung sekali lagi, atau (pura-pura) dewasa menerimanya, atau (pura-pura) tidak peduli.
Satu hal yang pasti, hubungan antarmanusia itu benar-benar rumit, terutama kalau sudah melibatkan hati.
Ah, ke laut aja, 'kali...
Labels: friendship