..hujan..
Jogja hujan lagi. Dingin. Basah.Reaksi pertamaku selalu saja tentang jemuran (betapa domestik!). Adakah pakaian yang sedang dijemur? Adakah yang berbaik hati mengangkatkannya sebelum terlanjur kuyup lagi?
Namun hujan punya segunung makna. Selaksa kenangan.
Ia ada di sana ketika aku berlarian sebagai kanak yang kegirangan. Ia menyuguhkan genangan becek berlumpur yang kala itu tak segan kuinjak dan kutendang. Ia adalah saksi murninya kepolosan; kebahagiaan.
Lama kemudian kanak yang ceria itu tumbuh menjadi perempuan yang duduk di tepi jendela. Menatapi hujan. Menatapi bagaimana butir-butirnya bermesraan dengan dedaunan. Menatapi, tetapi tanpa geliat gairah untuk turun dan merasakan.
Ke mana menguapnya kekaguman kepada Dunia, dan semangat untuk merasai segala?
Jogja hujan lagi. Dingin. Basah.
Aku sungguh ingin kembali kepada masa lalu, ketika hujan bagiku bukanlah pengganggu, melainkan keajaiban, petualangan, dan kegembiraan.
Aku tidak ingin berpikir tentang jemuran.
PS:
Ada harga yang harus dibayar untuk tumbuh dewasa. Ada banyak kompromi. Dan ada sesuatu yang mati.