Sang Alkemis
Ini cerita bodoh. Syahdan seorang Paulo Coelho menelurkan buku emas yang lantas sangat digandrungi dan dielu-elukan di dunia sastra. Judulnya O Alquimisto, alias The Alchemist, alias Sang Alkemis. Mereka yang merasa dirinya cukup nyastra tentu tidak mau ketinggalan menglaim buku ini sebagai buku kesayangan. Juga pengais makna yang filosofis, juga pembebek yang sok kritis. Sang Alkemis pun laris manis.
Syahdan pula, satu postulat dalam buku ini begitu maraknya dikutip, direnungi, dan didaras di mana-mana: “Jika engkau sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, segenap alam semesta akan bersatu-padu membantumu mewujudkannya.”. Sederhana memang, namun betapa indah! Betapa penuh doa dan pengharapan! Betapa spiritual! Atau begitulah kata orang.
Aku berhipotesa bahwa negasi postulat itu pun sama digdayanya.
Dasarnya? Alkisah, dosenku (yang kuhormati dan kubanggakan, dll) bertitah bahwa hendaknya aku menghadap beliau segera. Tentunya tidak dengan tangan hampa. Maka pontang-panting aku menyiapkan “upeti” untuk disodorkan ke haribaan duli tuan dosen; dalam hal ini perhitungan perancangan unit pengilangan minyak bumi yang sedang kukerjakan. Tak dinyana, alam semesta menanggapi usahaku dengan satu-padu. Pertama-tama monitor komputerku rusak. Pindah data ke komputer orang lain? Maaf, sedang dipakai. Maaf, masih Windows‘98 jadi tidak mampu baca flashdisk tanpa driver-nya. Maaf, driver-nya ada tapi entah di mana.
Oke, pejuang sejati tidak akan surut hanya karena dibodohi teknologi! Sekadar menghitung tak seberapa, pakai kalkulator pastinya bisa. Alam semesta tersenyum-senyum saja. Ternyata: kalkulatorku yang baru –aku lupa!- dipinjam teman yang sedang ujian; kalkulator tuaku sudah hidup segan mati tak mau. Baiklah, saatnya teman membantu di kala susah. Lima menit riang menjajah kalkulator Nisa, barang si*lan itu mati tiba-tiba. Musim ujian begini tiap orang memeluk erat-erat kalkulatornya; tinggallah aku terpojok tak berdaya.
Dan aku harus mengakui satu hal: jauh di dasar hati aku tidak ingin, tidak mau, tidak suka mengerjakan tetek-bengek perhitungan celaka itu.
Tambahkan satu dan satu menjadi dua, maka kita dapati bahwa mungkin postulat Coelho bisa dipelintir menjadi begini: “Jika engkau sungguh-sungguh tidak menginginkan sesuatu, segenap alam semesta akan bersatu-padu menjauhkanmu dari hal itu.”. Ha!
Coba kita pakai logika dan analogi untuk menganalisanya. Postulat Coelho terdiri dari dua premis, yaitu “engkau sungguh-sungguh menginginkan sesuatu” (premis p) dan “segenap alam semesta akan bersatu-padu membantumu mewujudkannya” (premis q). Hubungan keduanya adalah “jika p maka q”, yang dalam ilmu logika disebut implikasi.
Benar-tidaknya postulat itu tergantung dari nilai kebenaran masing-masing premis. Daftarnya seperti ini (B untuk Benar dan S untuk Salah):
p--------q-----------“jika p maka q”
B---------B-------------------B
B---------S-------------------S
S---------B-------------------B
S---------S-------------------B
Bukan kebenaran mutlak, ternyata. Itu kasus postulat Coelho. Bagaimana vonis untuk postulat hipotesaku, yang nyata-nyata negasi dari tiap-tiap premis postulat Coelho?
-p------q------------“jika –p maka –q”
S--------S-------------------B
S--------B-------------------B
B--------S-------------------S
B--------B-------------------B
Gagal, saudara-saudara! Nilai kesahihannya tidak sama. Meskipun, jika kita jeli, akan tampak bahwa postulat hipotesaku akan sama saktinya dengan milik Coelho jika dan hanya jika baik premis p maupun premis q benar adanya (dengan mahfum bahwa masing-masing jiwa pastinya memendam suatu hasrat, dan dengan demikian premis p selalu bernilai benar). Pada kondisi itu, jika postulat Coelho dianggap sahih maka postulatku pun setali tiga uang. Boleh juga kan?
Omong-omong, cerita bodohku berakhir begini:
Arko, melawan hujan, mengantarku menjemput “kalkulator perjuangan” malam-malam. Perhitungan itu kukencani sampai jam empat pagi. Nyatanya Yang Mulia Dosen tidak ambil pusing dan tidak peduli. Aku tidak tahu di mana posisi alam semesta pada akhirnya; di seberang sini atau sana. Namun daripada melulu mengandalkan bantuan dan keberuntungan, aku mendapat pelajaran: yang lebih penting adalah usaha dan kemauan dari dalam. Pasti ada jalan.
Di-beking alam semesta, itu jelas menggiurkan. Tapi tentang ini aku jadi ingat komentar seorang kawan tersayang. “Ingin alam semesta membantu kamu Lok? Makanya, jadilah Sang Alkemis, jangan jadi Sang Chemical Engineer, he he..”. D*mn right, bro.
Untuk penggemar Coelho di luar sana, dan terutama untuk Arko, yang hatinya begitu cantik.