Berburu Campak
(Patria Es Humanidad, Pt.10)Lagi-lagi aku dibajak. Lt. Woodard –komandan para interpreter, pengganti Fusilero- perlu satu orang untuk out mission, dan lagi-lagi semua interpreter lain kelihatan sibuk. Maka lagi-lagi aku bilang, “OK, i’ll go." (dengan wajah ditekuk lucu). Woodard nyengir dan bilang sesuatu tentang “dr.Landro”.
Oke, ada bunyi-bunyi nama dokter. Jadi ini medical mission. Baguslah. Dr. Landro ini dokter dari USNS Mercy, ahli masalah Public Health khususnya di daerah bencana, sudah berpengalaman di Aceh, Nias, dan di mana-mana. Koneksinya dengan Dinas Kesehatan juga kuat sekali. Kalau mengutip istilahnya sendiri, “i’m in front of the Mercy”, alias dia yang datang duluan ke lokasi untuk melihat kondisi dan memperkirakan apa yang bisa dilakukan Mercy.
Yang mendampinginya kali ini adalah dr.Livingston dan Ortiz, tentu dengan satu TNI juga. Dengan sigap dr.Landro mengarahkan timnya menuju medan laga. Kami mengikuti sebuah sepeda motor yang dikendarai bu bidan. Sepanjang jalan kedua dokter sibuk mendiskusikan identifikasi gejala campak dan pencegahan wabahnya. Aku yang sering mendengar cerita sesama interpreter tentang betapa megap-megapnya mereka dalam misi medis ke desa jadi bernafas lega. Misi kali ini cuma mau memastikan apakah kasus yang dilaporkan sebuah puskesmas sebagai campak adalah benar-benar kasus campak. Misi santai. Temukan rumah si sakit, cek dan ricek gejalanya, analisa, selesai sudah. Memang masuk-masuk ke jalan desa, dan disambut riuh-rendah anak-anak yang girang lihat rambut pirang, tapi masih tetap santai sehingga dr.Landro sempat memotret bangunan runtuh di sini dan di sana.
Selanjutnya ke Puskesmas. Gedungnya sudah rata dengan tanah, yang menyambut kami adalah ibu-ibu dokter dalam tenda terpal. Rupanya pascagempa kekuatiran merebak seputar wabah campak dan tetanus. Aku ingat betapa dr.Choe (penanggung jawab klinik) sangat berapi-api dengan suntikan tetanus, dan menghadiahiku segerobak pujian ketika kuingatkan untuk menyuntik para pasien OR juga.
Segala yang bisa diupayakan harus dilakukan untuk mencegah bencana sekunder macam ini. Dan muncullah formulir-formulir pemantauan yang harus diisi, nomor kontak yang bisa dihubungi. Dibuatlah janji imunisasi tetanus di puskesmas ini esok pagi. Vaksin –puluhan ribu dolar harganya- tentu saja dari tim medis Amerika. Terakhir aku dengar, tim imunisasi dr.Landro berhasil menangani 2000-an orang. Brilian!
Sebelum kembali, kami memeriksa satu kasus dugaan campak lagi. Negatif. Hanya serangan virus anak-anak biasa, namun bidan desa yang naif keburu melabelinya campak ketika bintik-bintik merah muncul di mana-mana. Soal salah diagnosa ini dr.Landro tidak berkomentar apa-apa.